Ustadz (Da’i): Antara Tabligh dan Amplop
Hadits Nabi tentang Ulama adalah
pewaris nabi sudah cukup mashur di kalangan kaum muslim. Salah satu
makna dari hadits tersebut adalah tugas para nabi yang dilanjutkan oleh
para ulama. Tentu yang dimaksud adalah pewaris tabligh atau penyampai
risalah dakwah.
Sebagai pewaris mulia, para ulama yang
saat ini juga identik dengan ustadz atau da'i yang lebih banyak
berperan dalam menyampaikan risalah dakwah Islam cukup banyak ditemui
di negeri ini yang mayoritas beragama Islam. Bahkan pernah juga
"dipentaskan" oleh salah satu TV swasta untuk mencari da'I idola dalam
rangka mencari ustadz atau da'i yang mumpuni dalam mendakwahkan risalah
Islam meski tidak terlepas dari "rasa" keidolaan seseorang dalam
memilih da'i tersebut.
Dan adalah satu hal yang umum jika
ustadz atau da'i menyampaikan ceramah (baca: tabligh) di masjid-masjid
setelah bertabligh, ustadz tersebut atau da'i tersebut "dibekali"
sebuah amplop sebagai tanda "terima kasih" atas tablighnya dan sering
dikatakan sebagai amplop biaya perjalanan ustadz dalam menyampaikan
ceramah.
Pertanyaan yang ingin saya sampaikan di
sini adalah: Jika memang seorang ustadz adalah pewaris nabi dalam hal
bertabligh pantaskah ia menerima amplop yang notabene nama lain dari
hal yang berbau duniawi? Bagaimana relavansi hadits di atas dengan ayat
Al Quran yang begitu banyak tentang penolakan para nabi (tidak hanya
Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam saja tentunya) akan "upah,
atau jasa atau imbalan" dari menyampaikan risalah dakwah? Baca di
surat: Ash Shu'aara ayat 109, 127, 145, 164,180, atau di surat Hud ayat
51 atau di surat Saad ayat 86 atau di surat Al Furqaan ayat 57 dan
masih banyak lagi.
Berikut penulis kutipkan salah satunya dari surat Al Furqaan ayat 57:
قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِلَّا مَنْ شَاءَ أَنْ يَتَّخِذَ إِلَىٰ رَبِّهِ سَبِيلًا
Katakanlah : "Aku (Muhammad) tidak meminta upah sedikitpun kepada kamu dalam menyampaikan risalah itu, melainkan (mengharapkan kepatuhan) orang-orang yang mau mengambil jalan kepada Tuhan nya.
Pembaca yang budiman, pantaskah seorang
ustadz atau da'i menerima upah atas hasil dakwahnya di masjid-masjid
atau di sebuah forum lainnya? Pantaskah amplop tersebut untuk mereka
jika kita merujuk ke hadits nabi di atas?
Penulis tentu menyadari jika pertanyaan
tersebut diajukan ke beberapa ustadz yang selama ini "biasa" menerima
amplop jawaban yang akan disampaikan olehnhya pastilah berupa "excuse"
bahwa hal itu sah-sah saja karena merupakan pengganti uang ongkos
perjalanan.
Tetapi bukankah Nabi dan para sahabat tidak pernah meminta imbalan apapun setelah berdakwah?
Ada seseorang ustadz (maaf saya tidak
mungkin menyebutkan namanya) yang dalam ceramahnya atau khutbahnya
sering bertemakan tentang jihad tetapi setelah berdakwah dan turun dari
mimbar ia menerima amplop sebagai "upah" dari dakwahnya. Pertanyaannya
adalah bagaimana letak relevansi ceramahnya dengan ayat berikut ini:
وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْdan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu (As Saff 11)
Bukankah berdakwah bagian dari jihad fi
sabilillah. Jika berdakwah bagian dari jihad yang mengorbankan HARTA
(baca: UANG) mengapa ketika menyampaikan ceramah justru menerima HARTA
(baca: UANG)? Dimana letak JIHAD yang dimaksud?
Pembaca yang budiman, ustadz atau da'i
bukanlah sebuah profesi yang mana setelah ia mentuntaskan pekerjaan
menerima imbalan atau upah. Tetapi selama ini yang kita lihat tidaklah
demikian.
Penulis memiliki juga seorang teman
yang mencantumkan profesinya di KTP sebagai USTADZ. Jika profesinya
adalah ustadz maka sah-sah saja baginya menerima amplop hasil dari
jerih payah profesinya tersebut tanpa peduli dengan ayat-ayat yang
menjelaskan penolakan para Nabi akan upah hasil dari dakwah atau
tentang berjihad.
Yang lebih "dahsyat" lagi adalah ada
ustadz atau da'i yang mencantumkan "biaya dakwahnya" sekian juta untuk
diundang menyampaikan ceramahnya entah karena ia memiliki "kepopuleran"
yang pantas dengan biaya tersebut atau karena ia memiliki manajemen
yang mengurusi jadwal dakwahnya hingga perlu mencantumkan biaya.
Maka adalah tidak mengherankan jika
selama ini ceramah-ceramah agama belum menghasilkan perubahan di umat
secara nyata karena boleh jadi selama ini para ustadz banyak yang
menerima amplop setelah berdakwah.
Ada seorang ustadz ceramah di masjid di daerah Jati Kramat Bekasi, dalam ceramahnya ia mengatakan tanpa malu-malu ia berkata: "Para
jamaah sekalian di akhir ceramah saya ini saya juga dikenal dengan
ustadz SIMATUPANG, bukan karena saya orang Batak tetapi SIMATUPANG
berarti Siang Malam Siap Tunggu Panggilan." Dan setelah turun
dari mimbar ceramah Ramadhan ia menerima amplop hasil dari ceramahnya.
Jadi SIMATUPANG yang ia maksud juga berarti Siang Malam Siap Menerima
Amplop.
Dan sering juga kita mendengar ada ustadz yang berkata: "Saya kalau ceramah tidak mau menerima amplopnya tetapi isinya".
Demikianlah adanya fenomena ustadz yang
ada selama ini. Menyampaikan dakwah adalah bagian dari jihad tetapi
jika ini disisipi oleh nilai-nilai duniawi yang selama ini berupa
amplop maka kita dapat menyaksikan Indonesia kita selama ini meski kita
umat Islam adalah mayoritas. Bagaimana pendapat Anda?
No comments:
Post a Comment